Referensi Sistem Koordinat
Pendahuluan
Posisi suatu titik dapat dilihat secara kuantitatif melalui
koordinat yang ditetapkan pada suatu sistem koordinat terestris dengan titik
nol pada pusat bumi atau geosentris ataupun pada permukaan bumi yang disebut
toposentris. Agar koordinat ini konsisten dan standar diperlukan suatu sistem
yang bisa menyatakan koordinat. Sistem tersebut adalah sistem referensi
koordinat, atau sering juga disebut sistem koordinat dan realisasinya dinamakan
kerangka referensi koordinat.
Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori,
konsep, deskripsi fisis serta standard dan parameter) yang digunakan dalam
pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik dalam ruang (Abidin, HA
2001).
Datum adalah suatu framework yang bisa mendefinisikan suatu
sistem koordinat yang mencakup ellipsoid dan parameter lainnya. Ada dua cara
untuk menentukan datum dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan 2 datum
terdiri dari datum vertical dan darum horizontal dan dengan cara modern yang
berdasarkan pada beberapa titik yang sudah terdefinisi..
Datum Vertikal digunakan sebagai acuan untuk arah vertikal
(ketinggian). Sedangkan datum horisontal digunakan sebagai referensi untuk
posisi arah X dan Y yang didefinisikan dengan menggunakan ellipsoid yang
mendekati harga geoid dan titik asal.
Penentuan datum dengan cara modern berdasarkan pada titik
titik yang sudah terdefinisi biasanya menggunakan beberapa titik yang kemudian
digunakan untuk mendefinisikan suatu datum dihitung dalam bentuk Internasional
Terrestrial Reference Frame (ITRF) menjadi suatu kerangka fiducial. Walaupun
perhitungan koordinatnya dalam bentuk 3 dimensi, biasanya yang diambil hanya
komponen horisontalnya saja.
Dengan adanya teknologi GPS penggunaan datum yang geosentris
sudah menjadi suatu keharusan, sehingga semua koordinat harus dikonversikan
kedalam datum ini. Dengan pengkonversian ini penggunaan koordinat akan menjadi
lebih mudah lagi.
Dalam penetapan datum harus memperhatikan hal-hal sebagai
berikut (Kahar, J 2008):
1. Menetapkan ellipsoid putaran sebagai
bidang acuan hitungan geodetic dengan menetapkan setengah sumbu panjang a dan
pegepengan f,
2. Menentukan koordinat awal (φ, λ, h)
3. Menentukan azimuth dari titik datum
ke titik jaringan geodetic lainnya,
4. Mengukur jarak dari titik datum ke
titik jaringan geodetic lainnya itu,
Terestrial Reference System (TRS) didefinisikan sebagai
tri-dimensi kerangka acuan dan ikut berputar dengan bumi. Titik pangkal O
letaknya dekat dengan geocenter dan 3 sumbu Ox, Oy dan Oz saling ortogonal satu
sama lain. Ox Oy letaknya berada di bidang ekuator dan arah sumbu Z adalah
sumbu rotasi dekat dengan bumi (Conventional Terrestrial System-CTS) dari pusat
bumi ke arah Conventional International Origin (CIO), dan pusat bumi sebagai
titik pangkal system CTS. CIO adalah posisi kutub utara rata-rata bola langit
yang diamati dari tahun 1900 – 1905 yang ditetapkan dan tercantum dalam
Resolusi No 19 IUGG pada General Assembly ke 14 di Zurich.
Sistem Referensi Celestrial Konvensional (CR) didefinisikan
mirip dengan sistem terestrial konvensional. Dalam CR, yang Sumbu Z dalam
sistem ini sesuai dengan posisi sumbu putaran Bumi pada awal 2000. Ini dikenal
sebagai referensi standar zaman J2000.0 dimana J mewakili Julian hari dan
2000.0 berarti 1 Januari di tengah malam (00:00:00) waktu universal (UT) pada
tahun itu.
• Jadi sumbu Z merepresentasikan posisi sesaat dari tiang
pada J2000.0.
• Sumbu X pergi dari asal (pusat massa Bumi) melalui titik
vernal ^
• Sumbu Y membentuk suatu sistem koordinat tangan kanan.
Poin referensi ini adalah bagian dari Frame Referensi
Surgawi (CRF). Yang paling penting dari sistem ini adalah yang dikembangkan
oleh IERS yang didefinisikan oleh stasiun referensi diposisikan menggunakan
sekitar 500 benda extragalactic (quasar dan inti galaksi). Sistem ini dikenal
sebagai ICRF yang merupakan sumber IERS. Sudut rotasi dalam bidang ekuator
sekitar sumbu Z antara CRS dan CTS disebut Greenwich Time sidereal Nyata (Gast)
dan sering ditunjuk dengan modal omega, W. Untuk transfer antara CRF dan TRF
sistem koordinat, kita harus memperhitungkan gerak kutub (xp, yp), waktu
sidereal W, presesi, dan angguk kepala.
Internasional Terrestrial Reference Frame (ITRF)
Bumi selalu berubah bentuk dengan pergerakannya kulit bumi
dan untuk mengamati pergerakan ini diperlukan acuan. Terrestrial Reference
Frame menyediakan satu set koordinat dari beberapa titik yang terletak di
permukaan bumi yang dapat digunakan untuk mengukur lempeng tektonik, subsidence
regional dan/atau digunakan untuk mengukur rotasi bumi. Rotasi ini diukur dengan
mengacu kepada bingkai yang terikat ke obyek bintang, dan disebut Celestrian
Reference Frame. International Earth Rotation and Reference Systems Service
(IERS) diciptakan pada tahun 1988 untuk membangun dan memelihara Internasional
Celestrial Reference Frame, ICRF, dan Internasional Terrestrial Reference
Frame, ITRF. Parameter Orientasi Bumi (Earth Orientation Parameters, EOPs)
menghubungkan dua frame tersebut menjadi satu-sama. Frame ini memberikan
referensi umum untuk membandingkan pengamatan dan hasil dari lokasi yang
berbeda. Saat ini ada empat teknik geodesi utama yang digunakan untuk
menghitung koordinat akurat yaitu GPS, VLBI, SLR, dan Doris. Dengan dilengkapi
instrumen yang mendukung teknik tersebut dan data yang meningkat secara
periodik dari waktu ke waktu.
ITRF dapat diperbaharui secara terus-menerus. 11 realisasi
dari ITRS didirikan dari tahun 1988, yang terbaru adalah ITRF2008.
Internasional Terrestrial Reference System (ITRS) adalah sistem referensi
spasial dunia yang ikut berrotasi dengan Bumi dalam gerakan diurnal di ruang
angkasa. IERS bertugas untuk menyediakan referensi global untuk masyarakat
astronomi, geodesi dan geofisika, dan mengawasi realisasi ITRS. Realisasi dari
ITRS diproduksi oleh IERS Pusat Produk ITRS (ITRS-PC) di bawah nama ITRF.
Koordinat ITRF diperoleh dengan kombinasi solusi TRF dihitung oleh pusat
analisis IERS menggunakan pengamatan teknik Space Geodesi (GPS, VLBI, SLR, LLR
dan Doris). Mereka semua menggunakan jaringan stasiun yang terletak di seluruh
bumi.
Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95)
Di Negara kita penggunaan datum telah ditetapkan berdasarkan
Surat Keputusan Kepala Bakosurtanal Nomor : HK.02.04/II/KA/96 tanggal 12
Februari 1996 untuk menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang
merupakan referensi tunggal dalam pengelolaan (pengumpulan, penyimpanan dan
penggunaan) data geospasial pada strata lokal, regional, nasional bahkan
internasional. DGN-95 adalah datum geodesi yang geosentris dan diberlakukan
untuk keperluan survei dan pemetaan di seluruh wilayah NKRI. DGN-95
menggantikan datum yang telah ada seperti Datum Indonesia 1974 (ID-74).
Pekerjaan pemetaan telah dilakukan oleh Indonesia sejak dulu
berdasarkan pada datum lokal, seperti datum Batavia (gn. Genuk), datum Gn.
Sagara dan Datum Indonesia 1974. Saat ini semua pekerjaan pemetaan telah
menggunakan sistem kordinat yang baru, yaitu berdasarkan Datum Geodesi Nasional
1995 (DGN-95).
Pada tahun 1992, Indonesia turut bagian dalam survei kampain
yang menghasilkan 60 stasiun GPS yang berklasifikasi sebagai orde nol. Jaring
Orde nol tersebut adalah realisasi Datum Geodesi Nasional 1995 di lapangan.
Selanjutnya pada tahun yang sama dan berikutnya dilakukan densifikasi jaring
dengan orde yang lebih rendah ke seluruh wilayah Indonesia dengan kerapatan 50
km. Jaringan tersebut disebut sebagai Jaring Kontrol Horisontal Nasional (JKHN)
Spesifikasi DGN-95
Datum
|
Geosentris
|
Koordinat
Geodesi
|
Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95)
|
Koordinat Grid/Peta
|
Universal Transvere Mercator(UTM)
|
Kerangka
Referensi
|
International Tereseterial Reference Frame (ITRF)
|
Elipsoid
|
World Geodetic Sistem 1984 (WGS-84)
|
Sumbu
semi mayor (a)
|
6.378.137,0
meter
|
Faktor Pegepengan (1/f)
|
298,2572223563
|
DGN-95 adalah sistem koordinat Indonesia, dimana sistem
koordinat ini kompatibel dengan GPS yang berbasiskan World Geodetic Sistem 1984
(WGS-84), DGN-95 merupakan datum geosentris. Perbedaan datum DGN-95 dan ID-74
mengakibatkan pergeseran koordinat berkisar 30 meter dan datum DGN-95 dengan
datum Jakarta/Genuk, Sagara, Moncongloe berkisar antara 200 meter (dalam
komponen utara, timur). Untuk merubah koordinat dari satu sistem ke sistem
diperlukan transformasi.
Datum Vertikal
Jaring Kontrol Vertiksl (JKV) mempunyai datum vertikal yang
realisasinya dilaksanakan dengan penetapan tinggi ortometrik pada suatu titik
TTG. Penetapan tinggi ortometrik TTG awal ini harus diikatkan dengan stasiun
pasut yang diamati selama kurun waktu sekurang-kurangnya 18,6 tahun untuk
memperoleh tinggi TTG terhadap Muka Laut Rerata (MLR) atau Mean Sea Level,
(MSL). Datum Vertikal yang ditetapkan adalah Bidang yang mempunyai potensial
yang sama (ekipotensial) yang melalui MLR pada stasiun pasut di titik datum
atau juga sering disebut Geoid. Untuk mendapatkan Tinggi Orthometris (H) ada
dua cara yaitu dengan pengukuran sipat datar dan dengan pengukuran GPS (h) di
gabungkan dengan Geoid (N) dengan hubungan H = N + h
Penyatuan datum vertikal untuk seluruh wilayah Indonesia
yang merupakan negara kepulauan belum bisa diwujudkan, karena belum ada data
yang memadai. Dengan adanya hal tersebut JKV nasional orde nol belum dapat
dilaksanakan. Bakosurtanal sebagai Instansi yang berwenang dalam survei dan
pemetaan telah menyelenggarakan JKV di sejumlah pulau di Indonesia yaitu:
1. Pulau Jawa JKV orde satu dengan
datum vertikal rerata MLR di Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya;
2. Pulau Madura: JKV orde satu dengan
datum vertikal pengukuran trigonometri dari TTG.1751 di Pulau Jawa ke TTG. 1030
di Pulau Madura;
3. Pulau Bali: JKV orde satu dengan
datum vertikal rerata MLR di stasiun pasut pelabuhanBenoa;
4. Pulau Lombok: JKV orde satu dengan
datum vertikal MLR di stasiun pasut Lembar Pulau Lombok;
5. Pulau Sumatera: JKV orde dua dengan
datum vertikal rerata MLR di stasiun pasut Malahayati Nangro Aceh, stasiun
pasut Sibolga, stasiun pasut Telukbayur Padang, stasiun pasut Bengkulu, stasiun
pasut Dumai, dan stasiun pasut Panjang;
6. Pulau Sulawesi: Sulawesi Selatan,
JKV orde dua dengan datum vertikal MLR di stasiun pasut Ujungpandang, Mamuju
dan Palopo. Sulawesi Utara, JKV orde dua dengan datum vertikal rerata MLR
stasiun pasut Bitung. Sulawesi Tenggara, JKV orde dua dengan datum vertikal
rerata MLR di stasiun pasut pelabuhan Kendari;
7. Pulau Kalimantan: Kalimantan Barat,
JKV orde dua dengan datum vertikal MLR stasiun pasut Jungkat, Pontianak;
8. Pulau Ambon: JKV orde dua dengan
datum vertikal MLR stasiun pasut pelabuhan Ambon;
9. Pulau Seram: JKV orde dua dengan
datum vertikal Tinggi Elipsoid dikurangi Undulasi dari data gayaberat global.
Dalam kondisi tidak memungkinkan penetapan datum vertikal
dengan metode ideal, seperti tersebut di atas, maka penetapan datum vertikal
dapat ditempuh melalui pendekatan dengan teknik tertentu sehingga dapat
diperoleh tinggi titik datum yang mendekati dengan tinggi terhadap geoid. Datum
vertikal pendekatan dapat ditetapkan dengan cara-cara sebagai berikut.
1. penetapan datum vertikal dengan data
pasut minimal 1 tahun;
2. penggunaan peil pelabuhan laut atau
sungai yang memiliki informasi tentang tinggi terhadap MLR;
3. kombinasi GPS dengan model geoid
lokal bila ada dan global jika local tidak tersedia;
4. interpolasi tinggi pada peta
topografi;
5. penentuan tinggi barometrik.
Standar ini terdapat dalam Standar Nasional Indonesia (SNI)
dengan nomor: SNI 19-6988-2004. Dengan demikian JKV di seluruh Indonesia dapat
dilaksanakan oleh setiap masyarakat survey dan pemetaan dengan memperhatikan
SNI tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam penetapan datum vertikal pendekatan
adalah representasi dari tinggi di atas MLR bagi JKV dengan menghindari nilai
tinggi negatif. Terhadap datum vertikal nasional (yang akan ditetapkan
kemudian) datum vertikal subsistem JKV (datum pendekatan) dipandang sebagai
datum vertikal lokal, meskipun penetapannya melalui pengamatan pasut selama
kurun waktu 18,6 tahun. Penyatuan datum vertikal lokal, terutama yang terpisah
oleh lautan, ke dalam satu sistem datum vertikal local yang baru maupun datum
vertikal nasional menjadi suatu prioritas bagi instansi yang berwewenang
berwenang dalam survei dan pemetaan.
Geoid
Salah satu bentuk pendekatan bumi yang merupakan acuan dari
tinggi vertical adalah Geoid yang merupakan bidang datar yang mempunyai nilai
potensial yang sama. Permukaan laut bila dirata-ratakan dalam keadaan ideal
tidak terganggu dengan yang lainnya akan membentuk suatu permukaan geoid. Geoid
ini juga merupakan acuan dalam pengukuran sipat datar.
Geoid ini dalam mendapatkannya ada 2 macam cara yaitu
melalui pengukuran sipat datar yang dikombinasikan dengan GPS (metode
geometric). Dan yang kedua adalah dengan perhitungan dengan menggunakan
persamaan dengan menggunakan data gravimetric (metode gravimetrik). Pada metoda
geometrik undulasi geoid dihitung dari kombinasi data ketinggian posisi satelit
dengan ketinggian dari pengukuran sipat datar (levelling), sedangkan pada
metoda gravimetrik, undulasi geoid dihitung dari data gayaberat terestris dan
model geopotensial global (koefisien potensial gayaberat global). Sampai saat ini
telah banyak dipublikasikan model-model geopotensial gaya berat global yang
dikeluarkan oleh beberapa institusi seperti OSU91A (Ohio State University),
EGM96 (kerjasama NIMA, NGSF dan OSU), GPM98CR (Goddard Space Flight Center
(GSFC)), PGM2000A dan lain-lain.
Geoid terdiri atas 3 macam gelombang yaitu gelombang pendek,
menengah dan panjang. Gelombang pendek didapat dari data pengamatan gravitasi,
gelombang menengah dari koreksi terrain, serta gleombang panjang dari data
model geopotensial global. Dari ketiga gleombang ini gelombang panjang sangat
menetukan besarnya geoid.
Peranan model geopotensial global sangat penting dalam
menentukan undulasi geoid, dengan makin banyaknya model geopotensial global
yang dibuat oleh institusi-institusi di dunia dengan keteletian yang beragam,
maka permasalahannya adalah bagaimana menentukan model geopotensial yang paling
baik untuk menghitung undulasi geoid di wilayah Indonesia.
Kesimpulan
Koordinat dalam geodesi adalah sesuatu yang sangat penting
dalam menggunakan koordinat ini deperlukan adanya referesi atau acuan agar
koordinat yang dipakai ada dalam 1 (satu) system. DGN 95 (Datum Geodesi
Nasional 95) adalah salah satu referensi untuk komponen vertical dan Geoid atau
MLR adalah datum yang dipakai dalam komponen horizontal, kedua datum ini
dipakai secara nasional.
·
Kahar,
Joenil, Geodesi, Penerbit ITB, Cetekan 1, Bandung 2008
·
Team
Bakosurtanal , Panduan Teknis Datum dan Sistem Koordinat Peta Rupabumi
Indonesia, BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL,
www.bakosurtanal.go.id, Edisi I, © Bakosurtanal, Cibinong 2005
·
Kelompok
Keilmuan Geodesi, Glosari Geodesi, http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=13
·
All
About Datums http://www.ga.gov.au/earth-monitoring/geodesy/geodetic-datums/about.html
·
Abidin
HA, Geodesi Satelit, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2001, ISBN 979 408 462 X
·
IGN,
Science background – General concepts, ITRF Website – January 2011 – IGN,
http://itrf.ensg.ign.fr/general.php
·
SNI
19-6988-2004, Jaring kontrol vertikal dengan metode sipatdatar, Badan
Standardisasi Nasional 2004, ICS 35.240.70
maksh gan atas infonya,, tapi kl boleh tanya, dimana ya nyari daftar lokasi jaringan kontrol geodesi (H/V) di Palembang dan sekitarnya.. (orde 2 atau 3 nggak apa2). terima ksh lg ya..,
BalasHapushttps://gisinfomedia.blogspot.com/2019/07/peran-gis-dalam-dunia-teknik-sipil.html
BalasHapushttps://gisinfomedia.blogspot.com/2019/07/cara-mudah-mendapatkan-visitor-1000.html
https://gisinfomedia.blogspot.com/2019/07/8-software-pengolah-data-lidar.html