Senin, 08 Oktober 2012

Referensi Sistem Koordinat


Referensi Sistem Koordinat
Pendahuluan
Posisi suatu titik dapat dilihat secara kuantitatif melalui koordinat yang ditetapkan pada suatu sistem koordinat terestris dengan titik nol pada pusat bumi atau geosentris ataupun pada permukaan bumi yang disebut toposentris. Agar koordinat ini konsisten dan standar diperlukan suatu sistem yang bisa menyatakan koordinat. Sistem tersebut adalah sistem referensi koordinat, atau sering juga disebut sistem koordinat dan realisasinya dinamakan kerangka referensi koordinat.

Sistem referensi koordinat adalah sistem (termasuk teori, konsep, deskripsi fisis serta standard dan parameter) yang digunakan dalam pendefinisian koordinat dari suatu atau beberapa titik dalam ruang (Abidin, HA 2001).
Datum adalah suatu framework yang bisa mendefinisikan suatu sistem koordinat yang mencakup ellipsoid dan parameter lainnya. Ada dua cara untuk menentukan datum dengan cara tradisional yaitu dengan menggunakan 2 datum terdiri dari datum vertical dan darum horizontal dan dengan cara modern yang berdasarkan pada beberapa titik yang sudah terdefinisi..
Datum Vertikal digunakan sebagai acuan untuk arah vertikal (ketinggian). Sedangkan datum horisontal digunakan sebagai referensi untuk posisi arah X dan Y yang didefinisikan dengan menggunakan ellipsoid yang mendekati harga geoid dan titik asal.
Penentuan datum dengan cara modern berdasarkan pada titik titik yang sudah terdefinisi biasanya menggunakan beberapa titik yang kemudian digunakan untuk mendefinisikan suatu datum dihitung dalam bentuk Internasional Terrestrial Reference Frame (ITRF) menjadi suatu kerangka fiducial. Walaupun perhitungan koordinatnya dalam bentuk 3 dimensi, biasanya yang diambil hanya komponen horisontalnya saja.
Dengan adanya teknologi GPS penggunaan datum yang geosentris sudah menjadi suatu keharusan, sehingga semua koordinat harus dikonversikan kedalam datum ini. Dengan pengkonversian ini penggunaan koordinat akan menjadi lebih mudah lagi.
Dalam penetapan datum harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Kahar, J 2008):
1.      Menetapkan ellipsoid putaran sebagai bidang acuan hitungan geodetic dengan menetapkan setengah sumbu panjang a dan pegepengan f,
2.      Menentukan koordinat awal (φ, λ, h)
3.      Menentukan azimuth dari titik datum ke titik jaringan geodetic lainnya,
4.      Mengukur jarak dari titik datum ke titik jaringan geodetic lainnya itu,
Terestrial Reference System (TRS) didefinisikan sebagai tri-dimensi kerangka acuan dan ikut berputar dengan bumi. Titik pangkal O letaknya dekat dengan geocenter dan 3 sumbu Ox, Oy dan Oz saling ortogonal satu sama lain. Ox Oy letaknya berada di bidang ekuator dan arah sumbu Z adalah sumbu rotasi dekat dengan bumi (Conventional Terrestrial System-CTS) dari pusat bumi ke arah Conventional International Origin (CIO), dan pusat bumi sebagai titik pangkal system CTS. CIO adalah posisi kutub utara rata-rata bola langit yang diamati dari tahun 1900 – 1905 yang ditetapkan dan tercantum dalam Resolusi No 19 IUGG pada General Assembly ke 14 di Zurich.

Sistem Referensi Celestrial Konvensional (CR) didefinisikan mirip dengan sistem terestrial konvensional. Dalam CR, yang Sumbu Z dalam sistem ini sesuai dengan posisi sumbu putaran Bumi pada awal 2000. Ini dikenal sebagai referensi standar zaman J2000.0 dimana J mewakili Julian hari dan 2000.0 berarti 1 Januari di tengah malam (00:00:00) waktu universal (UT) pada tahun itu.
• Jadi sumbu Z merepresentasikan posisi sesaat dari tiang pada J2000.0.
• Sumbu X pergi dari asal (pusat massa Bumi) melalui titik vernal ^
• Sumbu Y membentuk suatu sistem koordinat tangan kanan.
Poin referensi ini adalah bagian dari Frame Referensi Surgawi (CRF). Yang paling penting dari sistem ini adalah yang dikembangkan oleh IERS yang didefinisikan oleh stasiun referensi diposisikan menggunakan sekitar 500 benda extragalactic (quasar dan inti galaksi). Sistem ini dikenal sebagai ICRF yang merupakan sumber IERS. Sudut rotasi dalam bidang ekuator sekitar sumbu Z antara CRS dan CTS disebut Greenwich Time sidereal Nyata (Gast) dan sering ditunjuk dengan modal omega, W. Untuk transfer antara CRF dan TRF sistem koordinat, kita harus memperhitungkan gerak kutub (xp, yp), waktu sidereal W, presesi, dan angguk kepala.

Internasional Terrestrial Reference Frame (ITRF)
Bumi selalu berubah bentuk dengan pergerakannya kulit bumi dan untuk mengamati pergerakan ini diperlukan acuan. Terrestrial Reference Frame menyediakan satu set koordinat dari beberapa titik yang terletak di permukaan bumi yang dapat digunakan untuk mengukur lempeng tektonik, subsidence regional dan/atau digunakan untuk mengukur rotasi bumi. Rotasi ini diukur dengan mengacu kepada bingkai yang terikat ke obyek bintang, dan disebut Celestrian Reference Frame. International Earth Rotation and Reference Systems Service (IERS) diciptakan pada tahun 1988 untuk membangun dan memelihara Internasional Celestrial Reference Frame, ICRF, dan Internasional Terrestrial Reference Frame, ITRF. Parameter Orientasi Bumi (Earth Orientation Parameters, EOPs) menghubungkan dua frame tersebut menjadi satu-sama. Frame ini memberikan referensi umum untuk membandingkan pengamatan dan hasil dari lokasi yang berbeda. Saat ini ada empat teknik geodesi utama yang digunakan untuk menghitung koordinat akurat yaitu GPS, VLBI, SLR, dan Doris. Dengan dilengkapi instrumen yang mendukung teknik tersebut dan data yang meningkat secara periodik dari waktu ke waktu.
ITRF dapat diperbaharui secara terus-menerus. 11 realisasi dari ITRS didirikan dari tahun 1988, yang terbaru adalah ITRF2008. Internasional Terrestrial Reference System (ITRS) adalah sistem referensi spasial dunia yang ikut berrotasi dengan Bumi dalam gerakan diurnal di ruang angkasa. IERS bertugas untuk menyediakan referensi global untuk masyarakat astronomi, geodesi dan geofisika, dan mengawasi realisasi ITRS. Realisasi dari ITRS diproduksi oleh IERS Pusat Produk ITRS (ITRS-PC) di bawah nama ITRF. Koordinat ITRF diperoleh dengan kombinasi solusi TRF dihitung oleh pusat analisis IERS menggunakan pengamatan teknik Space Geodesi (GPS, VLBI, SLR, LLR dan Doris). Mereka semua menggunakan jaringan stasiun yang terletak di seluruh bumi.

 Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95)
Di Negara kita penggunaan datum telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Bakosurtanal Nomor : HK.02.04/II/KA/96 tanggal 12 Februari 1996 untuk menggunakan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95) yang merupakan referensi tunggal dalam pengelolaan (pengumpulan, penyimpanan dan penggunaan) data geospasial pada strata lokal, regional, nasional bahkan internasional. DGN-95 adalah datum geodesi yang geosentris dan diberlakukan untuk keperluan survei dan pemetaan di seluruh wilayah NKRI. DGN-95 menggantikan datum yang telah ada seperti Datum Indonesia 1974 (ID-74).
Pekerjaan pemetaan telah dilakukan oleh Indonesia sejak dulu berdasarkan pada datum lokal, seperti datum Batavia (gn. Genuk), datum Gn. Sagara dan Datum Indonesia 1974. Saat ini semua pekerjaan pemetaan telah menggunakan sistem kordinat yang baru, yaitu berdasarkan Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95).

Pada tahun 1992, Indonesia turut bagian dalam survei kampain yang menghasilkan 60 stasiun GPS yang berklasifikasi sebagai orde nol. Jaring Orde nol tersebut adalah realisasi Datum Geodesi Nasional 1995 di lapangan. Selanjutnya pada tahun yang sama dan berikutnya dilakukan densifikasi jaring dengan orde yang lebih rendah ke seluruh wilayah Indonesia dengan kerapatan 50 km. Jaringan tersebut disebut sebagai Jaring Kontrol Horisontal Nasional (JKHN)
Spesifikasi DGN-95

Datum
Geosentris
Koordinat Geodesi
Datum Geodesi Nasional 1995 (DGN-95)
Koordinat Grid/Peta
Universal Transvere Mercator(UTM)
Kerangka Referensi
International Tereseterial Reference Frame (ITRF)
Elipsoid
World Geodetic Sistem 1984 (WGS-84)
Sumbu semi mayor (a)
6.378.137,0 meter
Faktor Pegepengan (1/f)
298,2572223563
DGN-95 adalah sistem koordinat Indonesia, dimana sistem koordinat ini kompatibel dengan GPS yang berbasiskan World Geodetic Sistem 1984 (WGS-84), DGN-95 merupakan datum geosentris. Perbedaan datum DGN-95 dan ID-74 mengakibatkan pergeseran koordinat berkisar 30 meter dan datum DGN-95 dengan datum Jakarta/Genuk, Sagara, Moncongloe berkisar antara 200 meter (dalam komponen utara, timur). Untuk merubah koordinat dari satu sistem ke sistem diperlukan transformasi.

Datum Vertikal
Jaring Kontrol Vertiksl (JKV) mempunyai datum vertikal yang realisasinya dilaksanakan dengan penetapan tinggi ortometrik pada suatu titik TTG. Penetapan tinggi ortometrik TTG awal ini harus diikatkan dengan stasiun pasut yang diamati selama kurun waktu sekurang-kurangnya 18,6 tahun untuk memperoleh tinggi TTG terhadap Muka Laut Rerata (MLR) atau Mean Sea Level, (MSL). Datum Vertikal yang ditetapkan adalah Bidang yang mempunyai potensial yang sama (ekipotensial) yang melalui MLR pada stasiun pasut di titik datum atau juga sering disebut Geoid. Untuk mendapatkan Tinggi Orthometris (H) ada dua cara yaitu dengan pengukuran sipat datar dan dengan pengukuran GPS (h) di gabungkan dengan Geoid (N) dengan hubungan H = N + h

Penyatuan datum vertikal untuk seluruh wilayah Indonesia yang merupakan negara kepulauan belum bisa diwujudkan, karena belum ada data yang memadai. Dengan adanya hal tersebut JKV nasional orde nol belum dapat dilaksanakan. Bakosurtanal sebagai Instansi yang berwenang dalam survei dan pemetaan telah menyelenggarakan JKV di sejumlah pulau di Indonesia yaitu:
1.      Pulau Jawa JKV orde satu dengan datum vertikal rerata MLR di Tanjung Priok Jakarta dan Tanjung Perak Surabaya;
2.      Pulau Madura: JKV orde satu dengan datum vertikal pengukuran trigonometri dari TTG.1751 di Pulau Jawa ke TTG. 1030 di Pulau Madura;
3.      Pulau Bali: JKV orde satu dengan datum vertikal rerata MLR di stasiun pasut pelabuhanBenoa;
4.      Pulau Lombok: JKV orde satu dengan datum vertikal MLR di stasiun pasut Lembar Pulau Lombok;
5.      Pulau Sumatera: JKV orde dua dengan datum vertikal rerata MLR di stasiun pasut Malahayati Nangro Aceh, stasiun pasut Sibolga, stasiun pasut Telukbayur Padang, stasiun pasut Bengkulu, stasiun pasut Dumai, dan stasiun pasut Panjang;
6.      Pulau Sulawesi: Sulawesi Selatan, JKV orde dua dengan datum vertikal MLR di stasiun pasut Ujungpandang, Mamuju dan Palopo. Sulawesi Utara, JKV orde dua dengan datum vertikal rerata MLR stasiun pasut Bitung. Sulawesi Tenggara, JKV orde dua dengan datum vertikal rerata MLR di stasiun pasut pelabuhan Kendari;
7.      Pulau Kalimantan: Kalimantan Barat, JKV orde dua dengan datum vertikal MLR stasiun pasut Jungkat, Pontianak;
8.      Pulau Ambon: JKV orde dua dengan datum vertikal MLR stasiun pasut pelabuhan Ambon;
9.      Pulau Seram: JKV orde dua dengan datum vertikal Tinggi Elipsoid dikurangi Undulasi dari data gayaberat global.
Dalam kondisi tidak memungkinkan penetapan datum vertikal dengan metode ideal, seperti tersebut di atas, maka penetapan datum vertikal dapat ditempuh melalui pendekatan dengan teknik tertentu sehingga dapat diperoleh tinggi titik datum yang mendekati dengan tinggi terhadap geoid. Datum vertikal pendekatan dapat ditetapkan dengan cara-cara sebagai berikut.
1.      penetapan datum vertikal dengan data pasut minimal 1 tahun;
2.      penggunaan peil pelabuhan laut atau sungai yang memiliki informasi tentang tinggi terhadap MLR;
3.      kombinasi GPS dengan model geoid lokal bila ada dan global jika local tidak tersedia;
4.      interpolasi tinggi pada peta topografi;
5.      penentuan tinggi barometrik.
Standar ini terdapat dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan nomor: SNI 19-6988-2004. Dengan demikian JKV di seluruh Indonesia dapat dilaksanakan oleh setiap masyarakat survey dan pemetaan dengan memperhatikan SNI tersebut. Yang perlu diperhatikan dalam penetapan datum vertikal pendekatan adalah representasi dari tinggi di atas MLR bagi JKV dengan menghindari nilai tinggi negatif. Terhadap datum vertikal nasional (yang akan ditetapkan kemudian) datum vertikal subsistem JKV (datum pendekatan) dipandang sebagai datum vertikal lokal, meskipun penetapannya melalui pengamatan pasut selama kurun waktu 18,6 tahun. Penyatuan datum vertikal lokal, terutama yang terpisah oleh lautan, ke dalam satu sistem datum vertikal local yang baru maupun datum vertikal nasional menjadi suatu prioritas bagi instansi yang berwewenang berwenang dalam survei dan pemetaan.

Geoid
Salah satu bentuk pendekatan bumi yang merupakan acuan dari tinggi vertical adalah Geoid yang merupakan bidang datar yang mempunyai nilai potensial yang sama. Permukaan laut bila dirata-ratakan dalam keadaan ideal tidak terganggu dengan yang lainnya akan membentuk suatu permukaan geoid. Geoid ini juga merupakan acuan dalam pengukuran sipat datar.
Geoid ini dalam mendapatkannya ada 2 macam cara yaitu melalui pengukuran sipat datar yang dikombinasikan dengan GPS (metode geometric). Dan yang kedua adalah dengan perhitungan dengan menggunakan persamaan dengan menggunakan data gravimetric (metode gravimetrik). Pada metoda geometrik undulasi geoid dihitung dari kombinasi data ketinggian posisi satelit dengan ketinggian dari pengukuran sipat datar (levelling), sedangkan pada metoda gravimetrik, undulasi geoid dihitung dari data gayaberat terestris dan model geopotensial global (koefisien potensial gayaberat global). Sampai saat ini telah banyak dipublikasikan model-model geopotensial gaya berat global yang dikeluarkan oleh beberapa institusi seperti OSU91A (Ohio State University), EGM96 (kerjasama NIMA, NGSF dan OSU), GPM98CR (Goddard Space Flight Center (GSFC)), PGM2000A dan lain-lain.

Geoid terdiri atas 3 macam gelombang yaitu gelombang pendek, menengah dan panjang. Gelombang pendek didapat dari data pengamatan gravitasi, gelombang menengah dari koreksi terrain, serta gleombang panjang dari data model geopotensial global. Dari ketiga gleombang ini gelombang panjang sangat menetukan besarnya geoid.

Peranan model geopotensial global sangat penting dalam menentukan undulasi geoid, dengan makin banyaknya model geopotensial global yang dibuat oleh institusi-institusi di dunia dengan keteletian yang beragam, maka permasalahannya adalah bagaimana menentukan model geopotensial yang paling baik untuk menghitung undulasi geoid di wilayah Indonesia.

Kesimpulan
Koordinat dalam geodesi adalah sesuatu yang sangat penting dalam menggunakan koordinat ini deperlukan adanya referesi atau acuan agar koordinat yang dipakai ada dalam 1 (satu) system. DGN 95 (Datum Geodesi Nasional 95) adalah salah satu referensi untuk komponen vertical dan Geoid atau MLR adalah datum yang dipakai dalam komponen horizontal, kedua datum ini dipakai secara nasional.

·         Kahar, Joenil, Geodesi, Penerbit ITB, Cetekan 1, Bandung 2008
·         Team Bakosurtanal , Panduan Teknis Datum dan Sistem Koordinat Peta Rupabumi Indonesia, BADAN KOORDINASI SURVEI DAN PEMETAAN NASIONAL, www.bakosurtanal.go.id, Edisi I, © Bakosurtanal, Cibinong 2005
·         Kelompok Keilmuan Geodesi, Glosari Geodesi, http://geodesy.gd.itb.ac.id/?page_id=13
·         All About Datums http://www.ga.gov.au/earth-monitoring/geodesy/geodetic-datums/about.html
·         Abidin HA, Geodesi Satelit, PT Pradnya Paramita, Jakarta 2001, ISBN 979 408 462 X
·         IGN, Science background – General concepts, ITRF Website – January 2011 – IGN, http://itrf.ensg.ign.fr/general.php
·         SNI 19-6988-2004, Jaring kontrol vertikal dengan metode sipatdatar, Badan Standardisasi Nasional 2004, ICS 35.240.70

2 komentar:

  1. maksh gan atas infonya,, tapi kl boleh tanya, dimana ya nyari daftar lokasi jaringan kontrol geodesi (H/V) di Palembang dan sekitarnya.. (orde 2 atau 3 nggak apa2). terima ksh lg ya..,

    BalasHapus
  2. https://gisinfomedia.blogspot.com/2019/07/peran-gis-dalam-dunia-teknik-sipil.html

    https://gisinfomedia.blogspot.com/2019/07/cara-mudah-mendapatkan-visitor-1000.html

    https://gisinfomedia.blogspot.com/2019/07/8-software-pengolah-data-lidar.html

    BalasHapus